Sejarah
perkembangan IPS secara umum memang tidak dapat dipisahkan dari sejarah
perkembangan Social Studies yang berkembang di Amerika Serikat (USA), adanya
Social Studies ini dilatarbelakangi oleh hancurnya tatanan sosial yang ada di
masyarakat pada masa itu. Penyebab kehancuran tersebut yaitu terjadinya Perang
Dunia ke-1 pada tahun 1914-1918 yang menimbulkan dampak yang besar, seperti
kelaparan, rusaknya fasilitas-fasilitas umum, dan lain-lain yang tentu saja
memengaruhi status dan peranan seseorang di masyarakat. Norma-norma yang
berlaku di masyarakat pada masa itu cenderung di abaikan. Karena hal inilah
para ahli ilmu pengetahuan yang dinaungi NCSS (National Council for The Social
Studies) melakukan pertemuan untuk pertama kalinya pada tanggal 20-30 November
1935 untuk membicarakan pemikiran tentang Social Studies.
Pada
tahun 1937, Edgar Bruce Wisley mengemukakan bahwa Social Studies adalah
Ilmu-ilmu Sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Dari pengertian
ini terkandung hal-hal sebagai berikut:
- Social Studies merupakan turunan
dari Ilmu-Ilmu Sosial
- Dikembangkannya Social Studies ini
bertujuan untuk memenuhi tujuan pendidikan/pembelajaran di tingkat sekolah
maupun di tingkat Perguruan Tinggi
- Aspek-aspek dari masing-masing
disiplin Ilmu Sosial seperti contohnya aspek ilmu Sejarah perlu di seleksi
dan disesuaikan dengan tujuan pendidikan/pembelajaran tersebut.
Antara
tahun 1940-1950 NCSS mendapat serangan pertanyaan yaitu penting atau tidaknya
Social Studies menanamkan nilai dan sikap demokratis kepada para pemuda. Hal
ini terjadi karena adanya tuntutan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam masyarakat
yang demokratis.
Pada
tahun 1960-an, muncul suatu gerakan akademis yang secara khusus dapat dipandang
sebagai suatu perubahan yang cukup mendasar di dalam Social Studies. Gerakan
akademis tersebut dikenal sebagai gerakan The New Social Studies dan dipelopori
oleh para sejarawan dan ahli-ahli Ilmu Sosial. Tahun 1940-1960 terjadi
tarik menarik antara dua visi Social Studies, yaitu adanya gerakan yang
menginginkan rumpun-rumpun sosial di integrasikan atau disatukan, di pihak ada
pula yang menginginkan rumpun-rumpun sosial ini dipisahkan, namun hal ini
cenderung akan memperlemah konsepsi pelajaran dalam Social Studies.
Tahun
1955 terjadi terobosan yang besar dari Maurice Hunt dan Lawrence Metcalf yang
mencoba cara baru dalam menyatukan pengetahuan dan keterampilan Ilmu Sosial
untuk tujuan Citizenship Education. Menurut mereka program Social Studies di
sekolah seharusnya tidak di organisasikan menjadi rumpun-rumpun sosial secara
terpisah, tetapi siswa diarahkan untuk melihat gejala-gejala sosial yang ada di
masyarakat guna melatih para siswa untuk dapat mengambil keputusan mengenai
masalah-masalah yang ada di masyarakat dan melatih keterampilan reflective
thinking. Gerakan The New Social Studies menjadi pilar perkembangan Social
Studies pada tahun 1960, titik tolaknya dari kesimpulan bahwa Social Studies
sebelumnya dinilai sangat tidak efektif dalam mengajarkan substansi dan
memengaruhi perubahan sikap siswa. Maka dari itu para ahli sosial dan sejarawan
bersatu dan merumuskan Social Studies ke taraf "higher level of
intellectual pursuit".
Pada
akhir 1960-an tercatat adanya perubahan dari orientasi pada disiplin akademik
yang terpisah-pisah ke satu upaya untuk mencari hubungan Interdisipliner. Tahun
1970 terjadi perkembangan Social Studies dalam perkembangan kurikulum
persekolahan. Yaitu perkembangan dari dua gerakan (Social Studies dan
Citizenship Education) yang bertolakbelakang dari Basic Human Activities.
Jika
dilihat dari Visi Misi Social Studies menurut Barr (1977:48), Social Studies
dikembangkan kedalam 3 tradisi, yaitu:
- Social Studies Taught as
Citizenship Transmission. (Ilmu Sosial yang terintegrasi sebagai Ilmu
Kewarganegaraan)
- Social Studies Taught as Social
Science. (Ilmu Sosial sebagai disiplin ilmu yang terpisah)
- Social Studies Taught as Reflective
Inquiry. (Ilmu Sosial sebagai ladang ilmu pengetahuan yang bersifat
melatih kepekaan terhadap gejala sosial yang terjadi di sekitar.
1980
Perkembangan Social Studies ditandai oleh lahirnya dua pilar akademis: Social
Studies Democratic beliefs and values dan Social Studies as Skill in The Social
Studies Curriculum. Esensi dari Social Studies adalah pengembangan Ilmu Sosial
bukan, bukan pada bidang lain. Pengembangan Social Studies dari mulai
pendidikan dasar sampai tingkat menengah atas ditandai oleh keterpaduan
pengetahuan, kemampuan siswa dan sikap sisa terhadap gejala sosial yang terjadi
di sekitarnya. Hal ini memberikan dua arti, yaitu monodisipliner dan
interdisipliner. Program Social Studies menitikberatkan pada upaya membantu
sisa dalam construct a knowledge base and attitudes drawn from academic
disciplines as specialized ways of viewing reality (Pembangunan pengetahuan dan
sikap yang aktif melalui cara pandang secara akademik terhadap realita). Social
Studies harus mencerminkan hakikat pengetahuan yang utuh secara terpadu
menuntun perlibatan berbagai disiplin ilmu dalam Social Studies.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar