Ahli
sejarah mendapatkan informasi mengenai masa lampau dari berbagai sumber,
seperti catatan yang ditulis atau dicetak, mata uang atau benda bersejarah
lainnya, bangunan dan monumen, serta dari wawancara (yang sering disebut
sebagai "sejarah penceritaan", atau oral history dalam
bahasa Inggris). Untuk sejarah modern, sumber-sumber utama informasi sejarah
adalah: foto, gambar bergerak (misalnya: film layar lebar, audio, dan rekaman
video). Tidak semua sumber-sumber ini dapat digunakan untuk penelitian sejarah,
karena tergantung pada periode yang hendak diteliti atau dipelajari. Penelitian
sejarah juga bergantung pada historiografi,
atau cara pandang sejarah, yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Ada
banyak alasan mengapa orang menyimpan dan menjaga catatan sejarah, termasuk:
alasan administratif (misalnya: keperluan sensus,
catatan pajak,
dan catatan perdagangan), alasan politis (guna memberi pujian atau kritik pada
pemimpin negara, politikus, atau orang-orang penting), alasan keagamaan,
kesenian, pencapaian olah raga (misalnya: rekor Olimpiade),
catatan keturunan (genealogi), catatan pribadi (misalnya
surat-menyurat), dan hiburan.
Namun
dalam penulisan sejarah, sumber-sumber tersebut perlu dipilah-pilah. Metode ini
disebut dengan kritik sumber. Kritik sumber dibagi menjadi dua macam, yaitu
ekstern dan intern. Kritik ekstern adalah kritik yang pertama kali harus
dilakukan oleh sejarawan saat dia menulis karyanya, terutama jika sumber sejarah
tersebut berupa benda, yakni dengan melihat validisasi bentuk
fisik karya tersebut, mulai dari bentuk, warna dan apa saja yang dapat dilihat
secara fisik. Sedang kritik intern adalah kritik yang dilihat dari isi sumber
tersebut, apakah dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Historiografi
Historiografi
adalah ilmu yang meneliti dan mengurai informasi sejarah berdasarkan sistem
kepercayaan dan filsafat.
Walau tentunya terdapat beberapa bias (pendapat subjektif) yang hakiki dalam
semua penelitian yang bersifat historis (salah satu yang paling besar di
antaranya adalah subjektivitas nasional), sejarah dapat dipelajari dari sudut
pandang ideologis,
misalnya: historiografi Marxisme.
Ada
pula satu bentuk pengandaian sejarah (spekulasi mengenai sejarah) yang dikenal
dengan sebutan "sejarah virtual" atau "sejarah
kontra-faktual" (yaitu: cerita sejarah yang berlawanan -- atau kontra --
dengan fakta yang ada). Ada beberapa ahli sejarah yang menggunakan cara ini
untuk mempelajari dan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan yang ada apabila
suatu kejadian tidak berlangsung atau malah sebaliknya berlangsung. Hal ini
mirip dengan jenis cerita fiksi sejarah alternatif.
Metode
kajian sejarah
Ahli-ahli
sejarah terkemuka yang membantu mengembangkan metode kajian sejarah antara
lain: Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey Rudolf Elton, G. M. Trevelyan, dan A. J. P. Taylor. Pada tahun
1960an, para ahli sejarah mulai meninggalkan narasi sejarah yang
bersifat epik nasionalistik, dan memilih menggunakan narasi kronologis yang
lebih realistik. Ahli sejarah dari Perancis memperkenalkan metode sejarah
kuantitatif. Metode ini menggunakan sejumlah besar
data dan informasi untuk menelusuri kehidupan orang-orang dalam sejarah.
Ahli sejarah dari
Amerika, terutama mereka yang terilhami zaman gerakan hak asasi dan sipil,
berusaha untuk lebih mengikutsertakan kelompok-kelompok etnis, suku, ras, serta
kelompok sosial dan ekonomi dalam kajian sejarahnya. Dalam beberapa tahun
kebelakang ini, ilmuwan posmodernisme dengan keras
mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya dilakukan kajian sejarah. Menurut
mereka, sejarah semata-mata hanyalah interpretasi pribadi dan subjektif atas
sumber-sumber sejarah yang ada. Dalam bukunya yang berjudul In Defense
of History (terj: Pembelaan akan Sejarah), Richard J. Evans, seorang profesor
bidang sejarah modern dari Universitas Cambridge di Inggris,
membela pentingnya pengkajian sejarah untuk masyarakat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar