Lahirnya
kelompok sosial disebabkan oleh kebutuhan manusia untuk berhubungan, tapi tidak
semua hubungan tersebut dapat dikatakan sebagai kelompok sosial.
Soerjono
Soekanto (1982 : 111) mengemukakan beberapa persyaratan terbentuknya kelompok
sosial, yaitu :
- Adanya
kesadaran dari anggota kelompok tersebut bahwa ia merupakan bagian dari
kelompok yang bersangkutan.
- Adanya
hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan lainnya dalam
kelompok.
- Adanya
suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok yang bersangkutan
yang merupakan unsur pengikat atau pemersatu. Faktor tersebut dapat berupa
nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama ataupun ideologi
yang sama.
- Berstruktur,
berkaidah dan mempunyai pola perilaku.
Mac
Iver (1961 : 213) Kelompok sosial adalah : “Kelompok sosial terbentuk
melalui proses interaksi dan sosialisasi, dimana manusia berhimpun dan bersatu
dalam kehidupan bersama berdasarkan hubungan timbal balik, saling mempengaruhi
dan memiliki kebersamaan untuk tolong menolong”.
Proses
yang berlangsung dalam kelompok sosial adalah “proses sosialisasi”. Buhler
(1968 : 172) menyatakan bahwa proses sosialisasi adalah “Proses yang
membantu individu dalam kelompok melalui belajar dan penyesuaian diri, bagaimana
cara hidup dan berfikir kelompoknya agar ia dapat berperan serta berfungsi bagi
kelompoknya”.
Berdasarkan
pengalaman dalam kelompok, manusia mempunyai sistem tingkah laku (behavior
system) yang dipengaruhi oleh watak pribadinya. Sistem prilaku ini yang
akan membentuk suatu sikap (attitude).
1. Klasifikasi
tipe-tipe Kelompok Sosial.
Mac
Iver dan Page (1957 : 213) menggolongkan kelompok sosial dalam beberapa
kriteria , yaitu:
-
Derajat
interaksi sosial yang terjadi dalam kelompok tersebut.
-
Besar
kecil anggota kelompok tersebut.
-
Sistem
ide (ideologi) yang ada di dalam kelompok tersebut.
-
Kepentingan
atau tujuan kelompok tersebut.
-
Wilayah
geografis.
Simmel dalam Systematic
Society mendasarkan pengelompokannya pada :
-
Besar
kecilnya jumlah anggota kelompok.
-
Cara
individu dipengaruhi kelompoknya atau individu mempengaruhi kelompok.
-
Interaksi
sosial yang terjadi dalam kelompok tersebut.
Simmel memulainya
dengan bentuk terkecil yang terdiri dari satu orang individu sebagai fokus
hubungan sosial yang dinamakan “monad”, lalu dua individu yang
dinamakan “dyad” dan tiga individu yang dinamakan “triad”.
Dan ukuran lain dari klasifikasi kelompok sosial itu berdasarkan tingkat
interaksi sosial yang terjadi dalam kelompok tersebut.
2. Kelompok
Sosial dipandang dari sudut pandang Individu.
Pembagian
kelompok sosial dari sudut pandang individu dapat dilihat dari :
-
Keterlibatan
individu dalam kelompok tersebut.
-
Keanggotaan
individu tidak selalu bersifat sukarela, tapi bisa bersifat wajib.
-
Kelompok
Sosial juga bisa didasari oleh kekerabatan, usia, sex (gender), pekerjaan dan
status sosial.
3.
In Group dan Out Group.
Menurut Polak
(1966 : 166) Konsep In Group dan Out Group adalah
“Cerminan dari adanya kencenderungan sifat “entnocentris” dari
individu-individu dalam proses sosialisasi sehubungan dengan keanggotaannya
pada kelompok-kelompok sosial tersebut. Sikap dalam menilai kebudayaan lain
dengan menggunakan ukuran-ukuran sendiri”. Sikap mempercayai sesuatu ini
yang disebut dengan “beliefs” yang diajarkan kepada anggota kelompok
melalui proses sosialisasi, baik secara sadar atau tidak sadar.
Menurut Soerjono
Soekanto (1984 : 120), sikap In Group biasanya didasari oleh
perasaan simpati. Dalam In Group sering kali digunakan Stereotypen, yaitu gambaran-gambaran
atau anggapan-anggapan yang bersifat mengejek terhadap suatu objek diluar
kelompoknya. Out Group didasari oleh suatu kelainan
dengan wujud antipati.
4. Primary
Group dan Secondary Group.
A.
Primary Group
Charles
Horton Cooley dalam Social Organization menyatakan “Bahwa
terdapat perbedaan yang luas dan mendasar dalam klasifikasi kelompok-kelompok
sosial yang menyangkut perbedaan antar kelompok”.
Devinisi
Primary Group :
Cooley adalah kelompok
yang ditandai dengan ciri-ciri kenal-mengenal antara anggotanya serta kerjasama
erat yang bersifat pribadi.
Selo
Soemarjan & Soemardi (1964 : 604) dalam buku “Setangkai Bunga
Sosiologi” menyatakan“Primary group merupakan kelompok kecil yang
permanen berdasarkan saling mengenal secara pribadi diantara anggotanya”.
Davis
(1960 : 290) mengemukakan ciri-ciri khusus dari primary group sebagai
berikut :
v Kondisi Fisik.
Cirinya
adalah sifat kenal mengenal, kedekatan secara fisik dan emosional, adanya norma
yang mengatur hubungan antara anggota-anggota dalam kelompok tersebut, dan
kelompoknya biasanya kecil (anggotanya sedikit).
v Sifat hubungan primer.
Bersifat
kesamaan tujuan dari individu-individu dalam kelompok tersebut. Tujuan tersebut
bersifat pribadi, spontan sentimental dan inklusif. Soekanto (1982 :
124) menyatakan bahwa sifatInklusif adalah “Hubungan
primer yang bersifat pribadi, mengandung arti hubungan tersebut melekat secara
inheren pada kepribadian seseorang yang tidak mungkin digantikan oleh orang
lain”.
Hubungan
Inklusif didasarkan atas kesukarelaan dari pihak-pihak yang mengadakan
hubungan tersebut. Sifat Inklusif juga berarti bahwa hubungan primer menyangkut
segala sesuatu tentang perasaan, kepribadian dan tempramen.
v Kelompok-kelompok yang konkret dan
hubungan primer.
Dalam
kenyataan tidak ada primary group yang memenuhi hubungan
ini secara sempurna. Hubungan primer yang masih murni biasanya terdapat pada
masyarakat-masyarakat yang masih sederhana organisasinya, misalnya pada
masyarakat pedesaan.
B. Secondary Group.
Rouceck
& Warren (1962 : 46) dalam “Sociology an Introduction” ,
membatasi pengertiansecondary group sebagai kelompok-kelompok besar
yang terdiri dari banyak orang dan diantara individu itu tidak perlu saling
mengenal secara pribadi dan sifatnya tidak langgeng.
Perbedaan
antara Primary Group & Secondary Group terdapat pada :
-
Hubungan-hubungan
atau interaksi sosial yang membentuk struktur kelompok sosial yang
bersangkutan. Contohnya adalah bangsa, bangsa menunjukkan struktur hubungan
yang kurang harmonis antara anggotanya (rakyat dan pemerintah).
-
Jika
terdapat perselisihan diantara anggota kelompok primary group cenderung
diselesaikan secara kekeluargaan, tetapi pada Secondary group maka
norma hukum merupakan unsur pemaksa untuk menyelesaikan suatu perselisihan
diantara anggota kelompok tersebut.
5. Gemeinschaft
dan Gesselschaft
Tonnies
& Loomis (1960 : 82)
Gemeinschaft adalah bentuk
kehidupan bersama dimana anggotanya diikat oleh hubungan batin yang bersifat
alamiah dan dasar dari hubungan tersebut adalah rasa cinta dan kesatuan batin
yang telah dikodratkan, bentuk utamanya dapat dijumpai dalam keluarga,
kekerabatan, dan lain-lain.
Gesselschaft adalah berupa ikatan pokok
untuk jangka waktu yang pendek, bersifat imajiner dan strukturnya bersifat mekanis.
Gesselschaft berbentuk hubungan perjanjian berdasarkan ikatan timbal balik,
seperti ikatan perdagangan.
Ciri
Gemeinschaft menurut Tonnies :
-
Intimate
: Yaitu hubungan menyeluruh yang mesra.
-
Private
: Yaitu
hubungan yang bersifat pribadi khusus untuk beberapa orang saja.
-
Exclusive
: Yaitu bahwa hubungan yang terjadi hanya untuk “kita” saja dan tidak untuk
orang-orang diluar “kita”.
3
Tipe Gemeinschaft menurut Tonnies :
Gemeinschaft
by blood
: Ikatan yang berdasarkan pada keturunan darah, contoh keluarga.
Gemeinschaft
of place :
Ikatan yang berdasarkan kedekatan tempat tinggal, contoh tetangga.
Gemeinschaft
of mind :
Ikatan yang mendasarkan diri pada jiwa dan pikiran yang sama berdasarkan
persamaan ideologi.
Soekanto
(1982 : 129)
Gemeinschaft dan Gesselschaft adalah
penyesuaian dari dua bentuk kemauan asasi manusia yang dinamakan wessenwile dan kurwile. Wessenwile merupakan
bentuk kemauan yang dikodratkan dengan dasar perasaan dan akal yang merupakan
kesatuan dan terikat pada kesatuan hidup yang alamiah dan organis.
Sedangkan kurwile adalah bentuk kemauan yang ditujukan pada
tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya rasional, dimana unsur lainnya bersifat
sebagai alat.
Max
Weber
Gemeinschaft dan Gesselschaft dinyatakan
sebagai “Ideal Typus” yang dalam kehidupan kesehariannya masyarakat
menunjukkannya dalam bentuk campuran antara Gemeinschaft danGesselschaft.
6. Formal
Group & Informal Group
Formal
Group merupakan kelompok-kelompok yang mempunyai peraturan-peraturan tegas
yang sengaja diciptakan untuk mengatur hubungan diantara
anggotanya. Formal Group bisa dikatakan sebagai association diamana
anggotanya mempunyai kedudukan yang disertai dengan pembagian tugas &
wewenang. Kriteria rumusan formal grup adalah merupakan
keberadaan tata cara untuk memobilisasikan dan mengkoordinasikan usaha-usaha
yang ditujukan untuk mencapai tujuan berdasarkan bagian-bagian organisasi yang
bersifat spesialisasi. Artinya formal grup adalahsuatu kelompok
yang memiliki peraturan-peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh
angota-anggotanya untuk mengatur hubungan antara angota-anggotanya. Contohnya adalah Himpunan
Mahasiswa dll.
Informal grup adalah suatu
kelompok yang terjadi karena kesamaan yang sifatnya tidak mengikat anggotanya
serta tidak memiliki struktur dan organisasi yang pasti. Informal Groupterbentuk biasanya
oleh intensitas pertemuan yang sering antara orang-orang yang mempertahankan
kepentingan dan pengalaman bersama. Contoh Klik (clique).
7. Kelompok-Kelompok
Sosial yang Tidak Teratur.
Kelompok sosial yang tidak teratur
dapat digolongkan ke dalam 2 golongan besar yaitukerumunan dan publik.
- Kerumunan
Kerumunan adalah suatu
kelompok manusia yang bersifat sementara, tidak terorganisir dan tidak mempunyai
seorang pimpinan serta
tidak mempunyai sistem pembagian kerja.
Ciri-ciri kerumunan:
- Interaksinya bersifat spontan.
- Orang-orang yang berkumpul mempunyai kedudukan yang
sama.
Contohnya adalah kerumunan orang
di stasiun, pasar dan lain-lain.
Ada beberapa macam kerumunan:
- Kerumunan formal yaitu kerumunan yang memiliki pusat
perhatian dan tujuan, biasanya bersifat pasif. Contohnya yang menonton
film di bioskop, orang yang menghadiri pengajian dan lain-lain.
- Kerumunan ekspresif contohnya kerumunan orang yang
menghadiri pesta.
- Kerumunan sementara, bersifat kurang menyenangkan
contohnya pengantri karcis.
- Kerumunan
orang panik (panic crowds).
- Kerumunan
penonton (spectator crowds).
- Kerumunan
yang berlawanan dengan hukum (lawless crowds).
a) Acting
mobs, kumpulan orang yang bertindak emosional dalam demonstrasi atau
unjuk rasa.
b) Immoral
mobs, kumpulan orang yang mabuk-mabukan.
- Publik
Publik adalah merupakan
kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi yang terjadi berlangsung
melalui alat-alat komunikasi pendukung, seperti pembicaraan berantai secara
individual, media massa maupun kelompok.
Setiap
aksi publik dipengaruhi oleh keinginan individu, jadi tingkah laku pribadi dari
publik pun didasari oleh tingkah laku individu atau prilaku individu.
8. Masyarakat
Pedesaan (Rural Community) dan Masyarakat Perkotaan (Urban Community).
- Masayarakat Pedesaan
Dalam
masyarakat pedesaan hubungan yang terjadi antara anggota masyarakat terjalin
dengan erat, mendalam dengan sistem kehidupan berkelompok. Pekerjaan inti
masyarakat pedesaan terkonsentrasi pada satu sektor yaitu pertanian. Masyarakat
pedesaan (Rural community) dan Masyarakat perkotaan (urban community).
Ciri-ciri masyarakat pedesaan dan
perkotaan menurut Soekanto (1982:149).
Masyarakat Pedesaan :
-
Hubungan yang erat diantara masyarakatnya.
-
Biasanya
kehidupannya masih sederhana dan memilii pekerjaan yang sama.
- Masyarakat
Perkotaan.
Masyarakat
perkotaan pekerjaannya beraneka macam dan tidak terkonsentrasi kepada satu
aspek pekerjaan. Pada masyarakat perkotaan sifat-sifat dan ciri-ciri kehidupan
yang berbeda dengan masyarakat pedesaan, antara lain perbedaan dalam menilai
keperluan hidup.
Soerjono
Soekanto (1982:149) mengemukakan beberapa ciri lain yang membedakan antara
masyarakat Pedesaan dan Perkotaan, yaitu :
1. Kehidupan
keagamaan.
Masyarakat
pedesaan mengarah kepada kehidupan yang agamis, sedangkan masyarakat perkotaan
mengarah kepada kehidupan duniawi. Hal ini dilandasi oleh cara berfikir yang
berbeda.
2. Kemandirian
Hal
terpenting bagi masyarakat perkotaan adalah individu sebagai perseorangan yang
memiliki peran serta status dalam masyarakatnya. Pada masyarakat pedesaan
individu tidak berani menunjukkan eksistensinya dan kurang berani untuk
menghadapi orang lain dengan latar belakang yang berbeda.
3. Pembagian
kerja
Pada
masyarakat perkotaan pembagian kerja lebih tegas dan jelas, sehingga mempunyai
batas-batas yang nyata. Pada masyarakat pedesan adalah kebalikannya.
4. Peluang
memperoleh pekerjaan
Dengan
adanya sistem pembagian kerja yang tegas maka kemungkinan untuk memperoleh
pekerjaan lebih banyak pada masyarakat perkotaan dibandingkan dengan masyarakat
pedesaan. Hal ini juga dilihat dari faktor tingkat pendidikan.
5. Jalan
pikiran
Pola
pikir rasional pada masyarakat perkotaan memungkinkan terjadinya interaksi
berlandaskan kepentingan bukan faktor pribadi.
6. Jalan
Kehidupan
Jalan
kehidupan yang cepat (roda kehidupan yang cepat) bagi warga kota menempatkan
dihargainya/pentingnya faktor waktu dalam mengejar kehidupan individu.
7. Perubahan
Sosial
Pada
masyarakat kota kemungkinan perubahan sosial lebih baerguna dibanding warga
desa karena mereka lebih terbuka bagi adanya perubahan.
Referensi : Materi Perkuliahan Pendidikan IPS dari Bapak Ibnu Hurri, S.sos